Memahami Apa Itu Pencucian Uang (Money Laundering) dan Berbagai Modusnya

5 min read

berbagai modus pencucian uang

Dalam beberapa waktu belakangan, Anda pasti sering mendengar pembahasan terkait pencucian uang atau money laundering yang menjadi perbincangan di berbagai media. Isu money laundering atau pencucian ini menjadi banyak diperbicangkan karena banyak menjerat banyak orang, seperti oknum pejabat publik dan beberapa pihak yang dikenal oleh masyarakat.

Disamping itu, pencucian uang adalah sebuah tindakan berbahaya yang mengancam ekonomi dan stabilitas negara. Karena itu, pencucian uang adalah salah satu masalah besar dalam sistem keuangan dan menjadi salah satu sorotan utama dalam kejahatan finansial.

Penting bagi kita untuk memahami esensi dari praktik ini dan berbagai modus pencucian uang yang harus kita pahami dengan baik. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lebih detail tentang apa yang dimaksud dengan pencucian uang (money laundering), serta bagaimana berbagai modusnya merajalela di dalam jaringan keuangan global.

Apa Itu Pencucian Uang (Money Laundering)

Money laundering atau pencucian uang adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk menyembunyikan asal usul dana yang diperoleh dari aktivitas kejahatan atau tindak pidana. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), money laundering atau pencucian uang adalah proses penyamaran dan pengelabuan sumber suatu dana agar berasal dari sumber kekayaan yang legal dan sah. Hal ini ditujukan untuk mengelabui transaksi keuangan sehingga tidak terdeteksi oleh pihak berwenang.

Secara lebih sederhana, pencucian uang adalah tindakan mengubah uang yang awalnya ilegal menjadi legal, dengan sejumlah langkah agar dana ini dapat dibuat seolah-olah dana yang sah atau bersih. Proses pembersihan uang inilah yang membuat tindakan ini sebagai “pencucian” uang atau money laundering.

Dalam praktik pencucian uang, pelaku biasanya melakukan berbagai teknik untuk menyamarkan tindakan ini. Salah satu teknik yang belakangan ini cukup marak adalah pencucian uang melalui transaksi bisnis atau investasi resmi, sehingga membuat seolah-olah uang tersebut berasal dari transaksi legal. Penggunaan lembaga keuangan yang resmi dan sah ini menjadi salah satu modus yang umum digunakan dalam pencucian uang.

Oleh sebab itu, pencucian bukan sekedar kejahatan finansial, tapi juga berkaitan menjadi masalah ancaman terhadap integritas dan kestabilan keuangan. Hal ini mendorong pentingnya tindakan pencegahan yang efektif untuk melawan tindakan pencucian uang.

Aturan Tindak Pidana Pencucian Uang

Indonesia melakukan tindakan serius dalam mengatasi tindak pidana pencucian uang, tindakan ini dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8/2010). Menurut UU ini, pencucian uang mencakup sejumlah perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana.

Kategori Pencucian Uang

Menurut UU No. 8/2010, berikut adalah beberapa perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang:

  • Menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan tersebut.
  • Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
  • Menerima, menguasai, menempatkan, mentransfer, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

Pada tahun 2022, pemerintah Indonesia merespons masalah pencucian uang ini dengan memperbarui UU No. 8/2010 melalui UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.

Perbaruan ini bertujuan untuk memperluas cakupan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta memperkuat kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan ini.

Dengan adanya perubahan ini, diharapkan Indonesia dapat lebih efektif dalam menangani tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta menjaga keamanan dan stabilitas keuangan negara yang terancam karena tindakan pencucian uang (money laundering).

Tahapan Money Laundering

Pencucian uang umumnya dilakukan strategi yang telah direncanakan secara sistematis. Secara umum, terdapat 3 langkah utama dalam proses pencucian uang yaitu placement, layering, dan integration. Karena itu, mari kita bahas berbagai tahapan money laundering:

1. Placement atau Penempatan

Tahapan pertama dalam proses pencucian uang adalah placement atau penempatan dana ilegal ke dalam sistem keuangan yang sah, melalui investasi atau transaksi bisnis. Pada tahap ini, pelaku pencucian uang berupaya menyembunyikan sumber dana yang diperoleh secara ilegal ke dalam berbagai lembaga keuangan yang sah, seperti bank, perusahaan asuransi, atau perusahaan pembiayaan.

Proses placement ini biasanya juga dilakukan dengan pemecahan dana ke bagian kecil agar bisa disalurkan ke berbagai bentuk berbeda, seperti instrumen investasi, tabungan, atau mata uang asing. Hal ini dilakukan untuk mempersulit pelacakan karena terpecah ke dalam berbagai bentuk berbeda.

Transaksi ini dilakukan dengan berbeda metode mulai dari transaksi langsung maupun digital yang menjadi langkah awal dari proses pencucian uang ini.

2. Layering atau Pelapisa

Langkah berikutnya dalam proses pencucian uang adalah layering atau pelapisan, dimana pelaku pencucian uang akan melakukan berbagai jenis transaksi agar dana ilegal ini dapat semakin jauh dari sumber awalnya agar ada kompleksitas untuk mengelabui pihak pengawas.

Dalam layering, salah satu langkah yang dilakukan adalah pembelian aset atas nama perusahaan cangkang atau individu-individu yang tidak ada kaitan dengan aset ini sebelumnya. Salah satu yang populer belakangan ini adalah penyimpanan dana di bank yang berada di lepas pantai atau offshore banking untuk menutupi aset ilegal.

Selain offshore bank, perusahaan cangkang atau shell corporation juga sering dipakai untuk proses layering, dimana dana disalurkan ke berbagai perusahaan fiktif yang membuat proses identifikasi semakin sulit dilakukan. Dalam proses pencucian uang, layering menjadi salah satu tahap yang sangat krusial karena berkaitan dengan bagaimana mereka menyamarkan aset ilegal yang dimiliki agar terlihat sah.

3. Integration atau Integrasi

Setelah layering atau pelapisan, tahap berikutnya adalah integrasi dimana pelaku melakukan penggabungan aset tersebut dengan cara menggunakan dana tersebut agar dapat dimanfaatkan. Biasanya uang ini akan digunakan untuk investasi atau pembelian aset bernilai untuk menghilangkan jejak ilegal dari dana yang mereka cuci.

Akan tetapi, dana hasil pencucian uang ini tidak jarang juga digunakan untuk membiayai kembali berbagai tindakan pidana dan ilegal lainnya.

Selain melalui investasi dan bisnis, biasanya pencucian juga dilakukan dengan transaksi aset bernilai tinggi, dimana tindakan ini adalah bagian dari kegiatan ekonomi yang sah dan sulit terdeteksi oleh pihak terkait.

Dengan tahapan integrasi ini, para pelaku pencucian uang berharap untuk menikmati manfaat dari dana hasil pencucian uang secara langsung, sambil menciptakan lapisan perlindungan yang lebih dalam terhadap upaya penegakan hukum.

Berbagai Modus Pencucian Uang

Berbagai modus pencucian uang seringkali menampilkan tingkat kecerdikan dan kreativitas yang luar biasa dari para pelaku sehingga terus muncul modus baru dari waktu ke waktu. Berdasarkan jurnal KPK, beberapa modus pencucian uang utama memiliki karakteristik yang menarik, di antaranya:

  • Loan Back: Dalam modus loan back, pelaku menciptakan perusahaan fiktif yang secara palsu meminjam uang dari bank di luar negeri. Perusahaan ini biasanya memiliki struktur bayangan yang dikelola oleh pelaku pencucian uang. Pinjaman ini biasanya tidak akan dikembalikan karena pinjaman dari bank luar negeri yang terikat dengan stand by letter of credit atau certificate of deposit. Dengan tidak dibayarkanya hutang tersehut, maka pencucian ini berhasil saat bank penjamin mencair jaminan.
  • Transaksi Dagang Internasional: Dalam modus ini, para pelaku memanfaatkan transaksi dagang internasional dengan membuat invoice atas jumlah besar untuk barang-barang yang sebenarnya tidak ada. Bank koresponden atau opening bank cenderung tidak melakukan verifikasi atas kondisi barang, sehingga faktur palsu dapat dimanfaatkan untuk mencuci uang.
  • Pencucian Uang Berkedok Investasi: Modus ini melibatkan investasi pada barang-barang seperti barang antik atau lukisan senilai fantastis. Pelaku membeli barang tersebut dan kemudian menjualnya kembali dengan harga yang sangat tinggi kepada seseorang yang sebenarnya adalah kaki tangan mereka sendiri. Transaksi semacam ini memungkinkan dana hasil korupsi untuk disamarkan sebagai hasil penjualan barang koleksi yang “legal” dan tidak dapat diukur secara jelas harganya.

Modus-modus ini hanya sebagian kecil dari berbagai taktik kreatif yang digunakan dalam pencucian uang untuk menyamarkan jejak dan mengelabui pihak berwenang. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai modus ini, diharapkan upaya pencegahan dan penegakan hukum dapat ditingkatkan untuk mengatasi ancaman pencucian uang yang semakin kompleks.

Pencucian uang merupakan tindak kejahatan yang serius. Karena dengan adanya kasus ini memberikan kerugian besar bagi negara.

Kasus Pencucian Uang Money Laundering

Judul: Mengungkap Kasus Pencucian Uang Senilai Rp 159 Triliun: Tantangan Penegakan Hukum di Era Digital

Pencucian uang masih menjadi momok yang mengancam Indonesia, terutama dengan adanya kasus mencurigakan baru-baru ini yang melibatkan transaksi senilai Rp 159 triliun. Kasus ini menyoroti tantangan serius yang dihadapi dalam penegakan hukum di era digital, di mana para pelaku semakin canggih dalam menggunakan teknologi untuk menyamarkan asal usul uang haram mereka.

Transaksi senilai Rp 159 triliun tersebut diduga terkait dengan tindak pidana korupsi, penipuan, dan perdagangan narkoba. Namun, yang membuat kasus ini semakin rumit adalah cara transaksi yang dilakukan secara daring, sehingga sulit untuk dilacak dan dianalisis oleh pihak berwenang.

Salah satu modus operandi yang diduga digunakan dalam kasus ini adalah penggunaan mata uang kripto, yang memberikan anonimitas dan kesulitan dalam pelacakan transaksi. Selain itu, kemungkinan adanya keterlibatan perusahaan cangkang (shell company) juga menjadi sorotan, di mana identitas pemilik sebenarnya sulit untuk diidentifikasi.

Kasus ini menunjukkan bahwa upaya penegakan hukum harus terus ditingkatkan, terutama dalam menghadapi tantangan baru yang muncul di era digital. Kerjasama antara lembaga penegak hukum, institusi keuangan, dan pihak terkait lainnya menjadi kunci dalam mengungkap dan memberantas praktik pencucian uang yang semakin kompleks ini.

Penutup

Untuk melawan money laundering, kita perlu bekerja sama dan meningkatkan pengawasan serta menegakkan hukum dengan tegas. Namun, kita juga perlu fokus pada solusi yang membangun ekonomi yang lebih kuat.

Platform EKUID hadir sebagai solusi, memungkinkan investor untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi dengan berinvestasi di berbagai sektor, termasuk UMKM, dengan potensi return investasi hingga 15%. Bergabunglah dengan EKUID sekarang untuk menciptakan masa depan ekonomi yang lebih inklusif dan menguntungkan bagi semua pihak.

Investasi menguntungkan saat suku bunga tinggi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *