Delisting: Pengertian, Penyebab, Dampak, dan Prosesnya

5 min read

Apa itu delisting?

Delisting adalah proses di mana saham suatu perusahaan ditarik atau dikeluarkan dari bursa efek, sehingga saham tersebut tidak lagi diperdagangkan secara publik di pasar saham. Setelah delisting, perusahaan tidak lagi terdaftar sebagai perusahaan publik dan tidak wajib mematuhi aturan dan regulasi bursa, termasuk kewajiban untuk melaporkan laporan keuangan secara terbuka.

Delisting bisa terjadi karena berbagai alasan, termasuk keputusan sukarela dari perusahaan (voluntary delisting) atau paksaan dari bursa efek (forced delisting) karena perusahaan tidak lagi memenuhi persyaratan minimum yang ditetapkan oleh bursa.

Bagi investor, delisting bisa menjadi momen penting karena memengaruhi likuiditas dan akses terhadap saham yang mereka miliki. Saham yang telah delisting biasanya tidak bisa diperdagangkan di pasar saham publik, meskipun masih bisa diperdagangkan di pasar over-the-counter (OTC) dalam beberapa kasus.

Pengertian Delisting

Delisting adalah tindakan penghapusan saham suatu perusahaan dari bursa efek. Proses ini bisa bersifat sukarela, di mana perusahaan secara aktif memilih untuk menarik saham mereka dari perdagangan publik, atau bersifat paksaan, di mana bursa efek mengeluarkan saham perusahaan karena tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bursa.

Setelah delisting, saham perusahaan tidak lagi diperdagangkan secara publik, dan perusahaan tersebut bisa beralih status menjadi perusahaan privat (go private) atau tetap beroperasi tanpa memperdagangkan sahamnya di bursa saham.

Jenis-Jenis Delisting

Ada dua jenis delisting, yaitu voluntary delisting (sukarela) dan forced delisting (paksaan). Berikut penjelasan dari kedua jenis delisting tersebut:

1. Voluntary Delisting (Delisting Sukarela)

Voluntary delisting terjadi ketika perusahaan secara sukarela memutuskan untuk menghapus sahamnya dari bursa efek. Ini biasanya dilakukan karena alasan strategis, seperti restrukturisasi atau pengambilalihan oleh pihak lain. Perusahaan yang melakukan delisting sukarela biasanya melakukannya karena mereka merasa tidak perlu lagi menjadi perusahaan publik atau ingin mengurangi tekanan dari investor publik dan biaya terkait dengan regulasi perusahaan terbuka.

Alasan Voluntary Delisting:

  • Go Private: Perusahaan ingin menjadi perusahaan tertutup (privat) dan tidak lagi memerlukan akses ke modal publik.
  • Merger atau Akuisisi: Perusahaan diakuisisi oleh perusahaan lain dan tidak lagi perlu memperdagangkan sahamnya di bursa.
  • Biaya Kepatuhan Tinggi: Menjadi perusahaan publik menuntut biaya besar untuk memenuhi regulasi dan pelaporan. Delisting bisa mengurangi biaya tersebut.
  • Perubahan Strategi Bisnis: Perusahaan mungkin ingin berfokus pada restrukturisasi internal tanpa tekanan dari investor pasar publik.

2. Forced Delisting (Delisting Paksaan)

Forced delisting terjadi ketika perusahaan dihapus secara paksa oleh bursa efek karena tidak lagi memenuhi persyaratan bursa. Bursa efek biasanya memiliki aturan ketat mengenai kinerja keuangan, kepatuhan terhadap hukum, dan volume perdagangan. Jika perusahaan gagal memenuhi kriteria ini, bursa efek bisa memaksa perusahaan untuk delisting.

Alasan Forced Delisting:

  • Kinerja Keuangan Buruk: Perusahaan yang mengalami kerugian besar atau kesulitan keuangan yang parah dapat dipaksa untuk delisting karena tidak lagi memenuhi syarat modal minimum atau kriteria kinerja lainnya.
  • Tidak Memenuhi Persyaratan Perdagangan: Jika volume perdagangan saham sangat rendah atau tidak ada aktivitas perdagangan sama sekali, perusahaan bisa dipaksa untuk keluar dari bursa.
  • Pelanggaran Aturan Bursa: Perusahaan yang melanggar aturan bursa, seperti tidak mematuhi regulasi pelaporan atau keterbukaan informasi, bisa dipaksa untuk delisting.
  • Kebangkrutan: Perusahaan yang bangkrut tidak bisa lagi diperdagangkan di bursa efek dan akan dihapuskan dari daftar.

Penyebab Delisting

Berikut adalah beberapa faktor yang bisa menyebabkan perusahaan mengalami delisting, baik sukarela maupun paksa:

1. Kinerja Keuangan yang Buruk

Jika perusahaan terus mengalami kerugian atau mengalami masalah keuangan yang serius, bursa efek dapat mengeluarkan saham perusahaan karena tidak lagi memenuhi persyaratan modal minimum atau ketentuan keuangan lainnya.

2. Tidak Memenuhi Persyaratan Kepatuhan

Perusahaan yang gagal mematuhi aturan dan regulasi bursa (misalnya, tidak menyerahkan laporan keuangan tepat waktu atau melakukan pelanggaran serius terhadap standar akuntansi) bisa menghadapi forced delisting.

3. Volume Perdagangan Rendah

Jika saham perusahaan memiliki volume perdagangan yang sangat rendah atau hampir tidak ada aktivitas perdagangan, bursa efek bisa menghapus saham perusahaan tersebut untuk menjaga efisiensi pasar.

4. Pengambilalihan atau Merger

Dalam kasus merger atau akuisisi, perusahaan yang diakuisisi mungkin akan melakukan voluntary delisting karena perusahaan tersebut akan digabungkan ke dalam perusahaan induk yang sudah ada.

5. Restrukturisasi atau Go Private

Perusahaan bisa melakukan go private untuk fokus pada strategi bisnis jangka panjang tanpa gangguan dari pasar saham. Proses ini sering kali melibatkan voluntary delisting, di mana manajemen perusahaan atau pemilik baru membeli saham publik yang tersisa.

6. Kebangkrutan

Perusahaan yang mengalami kebangkrutan biasanya dihapus dari bursa efek karena tidak lagi memiliki nilai pasar yang signifikan dan tidak lagi dianggap layak untuk diperdagangkan.

Dampak Delisting terhadap Investor

Delisting memiliki dampak signifikan bagi pemegang saham dan investor. Berikut beberapa dampak yang perlu diperhatikan:

1. Kehilangan Likuiditas

Saham yang telah delisting tidak lagi diperdagangkan di bursa efek publik, yang berarti likuiditas saham menurun drastis. Investor tidak bisa dengan mudah membeli atau menjual saham tersebut di pasar saham reguler, dan harus mencari alternatif lain, seperti pasar over-the-counter (OTC), untuk memperdagangkan saham mereka.

2. Nilai Saham Bisa Menurun

Jika delisting terjadi karena alasan negatif, seperti kinerja keuangan yang buruk atau kebangkrutan, harga saham kemungkinan akan jatuh drastis, mengakibatkan kerugian bagi pemegang saham.

3. Pembelian Kembali Saham

Dalam kasus voluntary delisting, perusahaan mungkin menawarkan buyback saham dari pemegang saham publik dengan harga premium sebagai bagian dari proses go private. Ini memberikan investor kesempatan untuk menjual saham mereka dengan harga yang lebih tinggi daripada harga pasar saat itu.

4. Terbatasnya Akses Informasi

Setelah delisting, perusahaan tidak lagi diwajibkan untuk mematuhi aturan keterbukaan informasi yang berlaku untuk perusahaan publik. Ini berarti akses investor terhadap informasi mengenai kinerja perusahaan menjadi sangat terbatas.

5. Kesempatan Perdagangan di Pasar OTC

Dalam beberapa kasus, saham yang telah delisting masih bisa diperdagangkan di pasar over-the-counter (OTC), tetapi dengan likuiditas yang jauh lebih rendah dan harga yang tidak stabil. Ini membuat perdagangan saham tersebut lebih sulit dan berisiko.

Proses Delisting

Proses delisting dapat bervariasi tergantung pada apakah delisting dilakukan secara sukarela atau dipaksa oleh bursa. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam proses delisting:

1. Pengumuman Delisting

Perusahaan atau bursa efek akan mengumumkan bahwa saham perusahaan tersebut akan di-delisting. Pengumuman ini biasanya mencakup alasan delisting dan tanggal efektif dari penghapusan saham.

2. Proses Buyback (Jika Voluntary)

Jika delisting bersifat sukarela, perusahaan mungkin akan melakukan penawaran pembelian kembali saham (buyback) dari pemegang saham publik. Perusahaan akan menawarkan harga tertentu untuk membeli saham yang masih dimiliki oleh publik, sering kali dengan harga premium.

3. Delisting dari Bursa Efek

Pada tanggal yang telah ditentukan, saham perusahaan akan dihapus dari bursa efek dan tidak lagi bisa diperdagangkan di pasar publik. Saham yang telah delisting bisa dialihkan ke pasar OTC atau menjadi saham yang tidak likuid.

4. Komunikasi Pasca-Delisting

Perusahaan yang telah delisting tidak lagi diwajibkan untuk melaporkan informasi keuangan secara terbuka, tetapi beberapa perusahaan tetap memberikan laporan kepada pemegang saham besar atau lembaga terkait. Namun, akses informasi menjadi terbatas setelah delisting.

Contoh Kasus Delisting

Berikut adalah beberapa contoh perusahaan yang mengalami delisting, baik sukarela maupun paksaan:

1. Dell Technologies (2013)

Dell, salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia, melakukan voluntary delisting pada tahun 2013. Michael Dell, pendiri perusahaan, memutuskan untuk membawa Dell kembali menjadi perusahaan privat melalui pembelian kembali saham. Keputusan ini diambil untuk memungkinkan restrukturisasi internal tanpa tekanan dari pasar saham.

2. Toshiba (2023)

Toshiba, perusahaan elektronik besar asal Jepang, mengumumkan delisting dari Bursa Efek Tokyo sebagai bagian dari akuisisi besar-besaran oleh konsorsium investor. Ini adalah contoh delisting yang dilakukan setelah akuisisi.

3. Enron (2001)

Enron, perusahaan energi besar yang terlibat dalam skandal keuangan besar-besaran, mengalami forced delisting pada tahun 2001 setelah mengajukan kebangkrutan akibat skandal akuntansi yang terungkap. Setelah delisting, harga saham Enron jatuh tajam, menyebabkan kerugian besar bagi investor.

Kesimpulan

Delisting adalah proses di mana saham suatu perusahaan dihapus dari bursa efek, sehingga saham tersebut tidak lagi diperdagangkan secara publik. Delisting bisa bersifat sukarela (voluntary delisting) karena keputusan perusahaan, atau dipaksa (forced delisting) oleh bursa efek karena alasan-alasan tertentu, seperti kinerja keuangan yang buruk atau pelanggaran aturan.

Bagi investor, delisting membawa sejumlah risiko, termasuk hilangnya likuiditas dan penurunan nilai saham. Namun, dalam beberapa kasus, delisting bisa menawarkan kesempatan buyback dengan harga premium bagi pemegang saham. Penting bagi investor untuk memantau perusahaan yang berpotensi delisting dan memahami dampaknya terhadap investasi mereka.

Jika Anda mencari peluang investasi yang aman dan berpotensi tinggi, EKUID menawarkan securities crowdfunding dengan return hingga 15%.

Yuk Cek Berbagai Proyek Menarik di EKUID

Investasi menguntungkan saat suku bunga tinggi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *