Mengutip dari Bisnis Indonesia (17/01/2024) Bank Sentral Indonesia nampaknya masih perlu menguatkan pijakan pada lintasan “wait and see” sebelum memulai pelonggaran suku bunga acuan pada awal tahun 2024 ini.
Karena, banyak faktor yang perlu dicermati terkait kebijakan suku bunga yang berisiko memberikan hentakan pada aktivitas perekonomian nasional. Sebelumnya, Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) sudah memberikan sinyal untuk menurunkan suku bunga acuan pada kuartal pertama tahun 2024. Akan tetapi, kebijakan otoritas moneter di AS masih fluktuatif, karena masih dipengaruhi oleh tingkat inflasi, upah, hingga data tenaga kerja, dan harga sejumlah komoditas strategis terutama pangan. Oleh sebab itu, hingga saat ini Bank Indonesia masih melihat situasi ekonomi sebelum mengambil keputusan pelonggaran suku bunga acuan.
Baca Juga:
- Mengenal International Monetary Fund (IMF) dan Perannya dalam Ekonomi Global
- Apa Itu The Fed? Definisi, Fungsi, dan Kebijakan The Fed
- Suku Bunga Tinggi, Apa Dampaknya Terhadap Investasi?
Di sisi lain, normalisasi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) di dalam negeri dirasa kalangan ekonom belum cukup menjadi bekal bagi Bank Indonesia (BI) untuk melakukan normalisasi suku bunga acuan di awal tahun 2024 ini. Selaras dengan itu, perhatian BI terhadap pelemahan nilai tukar rupiah dan ketidakpastian inflasi saat ini menekankan bahwa kebijakan penurunan suku bunga acuan di awal tahun 2024 ini terlalu dini dan menjadi langkah yang kurang tepat, sehingga berpotensi memberikan tekanan tambahan pada mata uang lokal.
Adanya risiko capital outflow menjadi faktor penting dalam pertimbangan BI. Keluarnya modal asing dapat menekan nilai tukar rupiah, dan oleh sebab itu, BI perlu memastikan kebijakan penurunan suku bunga acuan 2024 mempertimbangkan keputusan The Fed agar tidak memicu gejolak pasar keuangan.
Selain itu, BI juga harus mempertimbangkan faktor stabilitas dalam pengambilan kebijakan suku bunga acuan. Kebijakan yang diambil harus pro pada pertumbuhan ekonomi sambil tetap menjaga stabilitas secara keseluruhan.
Hal ini juga berkaitan dengan momentum Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 turut menjadi faktor penting dalam konteks kebijakan ekonomi. Pelaku usaha cenderung mengadopsi sikap “wait and see” hingga terbentuknya kabinet baru atau terungkapnya hasil lembaga survei mengenai presiden terpilih. Dalam situasi ini, langkah-langkah BI selama Pemilu 2024 perlu dipertimbangkan dengan hati-hati, menghindari kontraproduktivitas terhadap upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Secara keseluruhan, sikap hati-hati dan kewaspadaan Bank Indonesia dalam menilai kondisi ekonomi dan mengambil kebijakan suku bunga acuan yang tepat mencerminkan kesadaran terhadap kompleksitas dinamika global dan situasi dalam negeri. Koordinasi yang baik dengan kebijakan The Fed dan perhatian pada stabilitas domestik menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Penutup
Dalam menghadapi ketidakpastian, diversifikasi tetap menjadi fondasi yang tak tergantikan. Mengintegrasikan instrumen-instrumen baru dengan bijak, dengan diversifikasi yang matang memungkinkan investor untuk mengelola risiko dengan lebih baik. Kuncinya adalah membuka diri terhadap perubahan tanpa meninggalkan kebijaksanaan dalam mengelola portofolio.
Dengan terus merangkul konsep diversifikasi, investor memposisikan diri mereka untuk menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang di pasar finansial yang selalu berubah. Jadi, dalam merencanakan masa depan investasi Anda, biarkan diversifikasi menjadi kompas yang membimbing Anda menuju kesuksesan finansial.